MALANG,
FENOMENA – Universitas Islam Malang sangat antusias menyambut Hari Santri Nasional.
Hal ini dibuktikan Unisma pagi tadi (22/10) dengan melakukan upacara Lustrum ke-7 dengan memakai sarung. Hari ini pula, segala kegiatan di kampus mewajibkan
memakai sarung baik dosen, karyawan, maupun mahasiswa sesuai Intruksi Rektor
nomor : 702/F.01/U.X/AK/2015.
Rektor Unisma Mengenakan Sarung di acara Lustrum ke 7 Unisma (foto: Arafah UKM Panorama). |
Sejak
pukul 06.00 WIB, Unisma dibanjiri “manusia bersarung”. Mereka adalah peserta
upacara Lustrum ke-7 Unisma. Baik laki-laki mau pun perempuan, memakai sarung
demi menghormati Hari Santri Nasional sekaligus pemecahan Rekor Muri. Upacar
Lustrum dimulai pukul 07.30 di halaman depan Unisma atau bekas Taman Seribu
Janji.
Seperti
biasa, shalawat Nuril Anwar sebagai pembuka. Disusul Indonesia Raya yang
dinyanyikan bersama-sama penuh khidmat. Mars Unisma pun dinyanyikan dengan tak
kalah khidmat sesudahnya. Acara berlanjut ke laporan ketua pelaksana Lustrum
yang menyampaikan banyak hal. Di antaranya adalah alasan mengapa Lustrum
diperingati pada tanggal 22 Oktober. Pertama, pada tanggal tersebut, KH. Hasyim
Asyari menandatangani Resolusi Jihad untuk semangat juang merdeka dari jajahan.
Kedua, bertetapan dengan Hari Santri Nasional yang ditetapkan pemerintah.
Kemudian,
Rektor Unisma, Dr. Masykuri Bakri, M.Si, selaku inspektur upacara menyampaikan
cita-cita dan harapan besar Unisma untuk bangsa. Pukul 08.11 WIB penabuan gong
dan pelepasan balon yang diikuti tepuk tangan meriah peserta. Balon sempat
tersangkut di pucuk tiang bendera selama 60 detik-an. Upacara diakhiri
pembacaan doa sebelum pemimpin upacara membubarkan peserta. Shalawat kembali
bergema mengiringi “manusia sarung” meninggalkan lapangan upacara.
Unisma pun mendapat piagam penghargaan dari Museum
Rekor-Dunia Indonesia sebagai “Pemrakarsa dan Penyelenggaraan Perkuliahan
dengan Menggunakan Sarung oleh Peserta Terbanyak” sesuai piagam nomor :
7142/R.MURI/X/1055. Unisma terus melakukan gerakan-gerakan positif. Unisma
Bershalawat, Unisma Berjamaah, dan Unisma Bersarung. Identitas ke-NU-an Unisma
semakin nampak.
Meskipun Unisma adalah kampus NU tetapi Unisma juga menerima
non muslim sebagai mahasiswa. Reporter Fenomena berhasil mewawancarai salah
satu mahasiswi non muslim dari PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia),
Lidina Astri mengatakan “Unisma sudah bagus mengadakan acara Hari Santri. Acara
ini dapat meningkatkan keimanan dan itu juga bagian dari Islam.” Tetapi ia
berpendapat bahwa kuliah memakai sarung bisa mengganggu kenyamanan KBM
(Kegiatan Belajar dan Mengajar) bagi siapa yang tidak terbiasa “Mengenai kegiatan
perkuliahan, saya rasa kurang efektif karena beberapa mahasiswa tidak nyaman
mengenakan sarung.” (Oed, Spr, dan Uni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar